Cerpen Cinta | Semua Karena Kak Aji Part 1
Aji, jika dilihat dari jauh aja udah bikin aku ga ingin makan tiga hari tiga malam. Kaulah matahari dan semangat hidupku. Kaulah yang membuatku mati-matian belajar siang malam. Tidak sia-sia usahaka selama ini ikut berbagai macam kegiatan les tambahan agar bisa diterima di sekolah yang sama denganmu.
Aji cowok berkulit sawo matang berkacamata minus dengan rambut bergaya artis korea itu adalah salah satu obsesiku agar bisa diterima di SMA unggulan ini. Mantan ketua OSIS SMPku yang kalem, murah senyum dan dimataku kian mirip dengan artis korea ini telah membuat hatiku bergejolak. Kami belum sempat dekat hingga ia lulus dan melanjutkan SMAnya di sekolah ini.
"Pokoknya gue mesti bisa dapetin dia."seruku optimis. "Siapa? Kak Aji?" tanya Dini teman sebangku yang juga teman satu SMP dulu. "Gue niat masuk sekolah ini emang pengen deket sama dia,"
Masa orientasi siswa akan berlangsung selama tiga hari. Aji termasuk dalam jajaran panitia. Aku yakin dalam waktu tiga hari sudah bisa mengajaknya ngobrol karena ia termasuk dalam daftar nama kakak kelas yang harus kumintai tanda tangan.
Setelah mencari kepenjuru sekolah, kami berhasil menemukannya di halaman belakang sekolah sedang duduk dengan teman-temannya. Aku menarik nafas menghilangkan detak jantung yang tiba-tiba saja bergentar keras. Melihat senyumnya saja membuat kakiku lemas.
"Udah buruan!" paksa Dini seraya mendorong tubuhku hingga kedepan mereka. "Cari siapa?" tanya seorang cowok yang berwajah jutek kepadaku. "Hmmm...kami mau minta tanda tangan kak Aji" kataku dengan wajah sedikit takut.
"Kalian kelas 1 berapa?tanya Aji.
"1-2 kak!" jawabku seraya memberikan kertas untuk tanda tangan.
"Kalian dari SMP yang sama?"
"Iya"
"Sekarang satu kelas dan duduk sebangku juga?"
"Sekarang satu kelas dan duduk sebangku juga?"
"Iya"
"Hmmm...seperti ini yang aku ga suka. Kalian sekolah disini untuk bisa gabung dengan anak sekolah lain, bukannya cari teman dari sekolah yang sama dan jadi teman sebangku lagi". omelnya.
"Tapi ini ga sengaja kak!" Dini membela diri.
"Alasan yang ga masuk akal. Aku ga mau ngasih tanda tangan sebelum kalian berdua pisah tempat duduknya dan cari teman dari sekolah lain" putusnya sambil mengenbalikan buku kami.
Aku menatapnya tidak percaya. Kemana Aji yang dulu kukenal ramah, baik dan tidak sombong. Kenapa sekarang ia berubah jadi galak dan jutek seperti ini.
"Kenapa, kamu keberatan?" tanyanya melihatku masih bengong di tempat.
Aku menggeleng dan lalu mengambil buku yang masih disodorkan tadi dan berlalu dengan perasaan kecewa. Aku tidak menyangka ia akan bersikap seperti ini.
"Itu tuh cowok impian lo yang dibilang ramah dan baik. huh..!! Belum jadi selebritis aja udah susah dimintain tanda tangan." Omel Dini.
"Gue juga ga tau kenapa sikapnya jadi berubah begitu"
Aku tidak habis pikir dengan sikap Aji. Apa memang sekarang dia sudah berubah. Tapi apa yang dikatakannya ada benarnya. Jika masih berteman dengan Dini, bukan tidak mungkin aku akan enggan berteman dengan teman dari sekolah lain.
"Kayaknya yang dibilang kak Aji ada benernya deh din"
"Maksud lo?"kita pisah tempat duduk?" tanya Dini kaget."Menurut lo gimana?" Aku balik tanya.
"Lo bener-bener cinta ya sama dia, yaudah deh nanti kita tukeran tempat duduk. Kita nanti tukeran bangku sama Wina, katanya dia ga bisa duduk di depan". Ujar Dini seraya pergi meninggalkanku.
Aku menatap Dini yang pergi meninggalkanku. Aku yakin dia marah terhadap usulanku. Ia mengira aku melakukan ini hanya untuk Aji. Walaupun memang itu adalah alasan utama, tetapi mungkin dengan cara ini kami bisa mendapatkan tanda tangan dari kak Aji.
Tiba dikelas Wina sudah duduk disampingku sementara Dini pindah kedepan bersama Ita. Hingga jam pelajaran selesai, tak ada kata dari mulut Dini. Ajakanku untuk pulang bersama ditolaknya. Sikapnya juga dingin dan tidak bersahabat.
Apakah demi seorang Aji yang dimataku sudah berubah 360 derajat aku harus kehilangan seorang sahabat dari SMP?. Pertanyaan itu terus mengisi kepalaku. Apakah yang kulakukan sudah benar? kenapa Dini tidak melihat sisi baik dari usulanku. Kita masih tetap bisa bersahabat walaupun beda tempat duduk. Apa semuai ni karena Aji.
Keesokan harinya sikap Dini masih cuek. Sapaan dan ajakanku untuk berangkat, jajan bahkan minta tanda tangan bareng ditolaknya. Ia memilih bersama Ita. Aku bingung harus bagaimana menghadapinya. Semua niat baikku tidak diperdulikannya.
Kutatap buku tanda tanganku, hampir semua sudah terisi hanya ada beberapa orang saja yang belum kumintai tanda tangan termasuk Aji. Entah kenapa niatku meminta tanda tangannya tiba-tiba lenyap. Gara-gara dia aku salah paham dengan Dini, ingin rasanya kurobek buku kumpulan tanda tangan ini jika tidak ingat besok harus dikumpulkan.
0 comments:
Post a Comment
Note: only a member of this blog may post a comment.